Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo,... Prioritas Pemerintah Menyelamatkan Warga Indonesia yang disandera.
Komando Pasukan Katak (Kopaska)diandalkan untuk operasi penyelamatan sandera.( ANTARA Foto)
Jakarta Info Patroli - Kasus penyanderaan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf mengusik kedaulatan pemerintah Indonesia. WNI yang merupakan awak kapal Tugboat Brahma 12, disandera kelompok Abu Sayyaf sejak Sabtu, 26 Maret 2016.
Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan saat ini yang menjadi prioritas pemerintah adalah menyelamatkan Warga Indonesia yang disandera. Untuk itu, Gatot mengaku saat ini sedang berkoordinasi dengan petinggi militer di Filipina
Gatot memastikan kesiapan TNI apabila diminta untuk menjalankan misi pembebasan sandera dari tangan kelompok teroris Abu Sayyaf. Namun, Jenderal Gatot masih bungkam terkait bentuk kesiapan yang dimaksud.
"Saya hanya menyampaikan kepada Panglima (Militer) di sana, apapun yang dibutuhkan kami siap. Siapnya bagaimana? Itu saya yang tahu, itu urusan saya," tegas dia.
Sementara itu, terkait informasi lima Kapal Perang RI dari Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) yang mulai digeser ke perairan perbatasan Tarakan-Filipina, Gatot masih menampik jika pasukan tersebut akan digunakan untuk melakukan operasi pembebasan WNI yang disandera.
"Saat ini kita hanya memantau saja. Memang benar ada pasukan di Tarakan, tapi itu untuk latihan PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat)," terang Panglima.
Sebelumnya Komandan Pangkalan Utama TNI AL XIII Tarakan, Kalimantan Utara, Laksamana Pertama Wahyudi H Dwiyono, mengatakan Tarakan akan menjadi pangkalan operasi gabungan untuk pembebasan 10 WNI di Filipina.
Seluruh unsur TNI, Angkatan Darat, Laut dan Udara akan berkumpul di Tarakan menjalankan misi pembebasan sandera.
Sebanyak lima kapal perang RI (KRI) akan dikerahkan ke perairan Filipina untuk operasi pembebasan sandera. Selain lima KRI, helikopter TNI dan Sea Rider atau kapal cepat juga disiagakan untuk melakukan pengejaran target.
Tarakan dijadikan pangkalan operasi, karena jaraknya tak jauh dari lokasi penyanderaan. "Kurang lebih 180 nautical mile," ujar Wahyudi sembari menyebutkan lima KRI yang dikerahkan, yakni KRI Surabaya, KRI Ajak, KRI Badik, KRI Mandau dan KRI Ahmad Yani.
"Kami yakin dia akan bebas. Saya punya keyakinan dan iman, pemerintah mampu membebaskan anak kami," ujar bibi Alvian, Syane Repi, di Jakarta, Selasa (29/3).
Saat berbicara kepada pewarta, Syane tidak dapat menahan tangisnya.
Syane berkata, sejak kabar penyenderaan muncul, ia dan para saudaranya belum mendapatkan informasi terbaru tentang kondisi Alvian.
Berdasarkan keterangan dari perusahaan tempat Alvian bekerja, Syane mengetahui upaya negosiasi untuk membebaskan seluruh anak buah kapal tengah dilakukan.
"Kami berterima kasih kepada perusahaan dan pemerintah yang sudah berusaha," ujarnya.
Terkait penyaderaan, Syane menuturkan keluarga, terutama istri Alvian, masih terkejut. Apalagi, mereka belum mengetahui secara pasti kondisi terkini Alvian.
"Perusahaan hanya katakan mereka aman. Tapi informasi kondisi mereka sama sekali belum. Kami tetap berharap," ujarnya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebelumnya menyatakan, TNI siap membebaskan sepuluh awak kapal yang disandera Abu Sayyaf. Meski demikian, pengiriman pasukan dari Indonesia harus menunggu aba-aba pemerintah Filipina.
Posting Komentar